Orang Tua Temperamen Ciptakan Anak People Pleaser? Simak Kata Psikolog

Orang Tua Temperamen Ciptakan Anak People Pleaser? Simak Kata Psikolog

Mendidik karakter anak sejak dini menjadi pondasi penting untuk dilakukan orang tua. Hal ini bertujuan agar Si Kecil memiliki sikap dan karakter yang positif dalam kesehariannya.

Namun, tak dapat dipungkiri bahwa terkadang karakter anak ini dapat berbeda dari ekspektasi orang tua. Salah menerapkan pola asuh bisa menyebabkan anak-anak menjadi penakut, tidak percaya diri, bahkan membentuk kepribadian people pleaser.

Lantas, apa yang sebenarnya dimaksud dengan karakter people pleaser tersebut? Karakter people pleaser pada anak dapat timbul akibat pola asuh dari orang tua yang temperamen.

Orang tua dengan karakter temperamen ini cenderung bersikap mudah marah bila anaknya membuat kesalahan. Akibatnya, Si Kecil pun tumbuh menjadi sosok yang takut untuk mengekspresikan emosinya dan berpendapat.

Simak terus informasinya ya, Bunda.

Mengenal karakter people pleaser pada anak

Beberapa waktu belakangan, istilah people pleaser menjadi sering dibicarakan banyak orang, terutama di kalangan orang tua modern. Tanpa disadari, gaya didikan orang tua justru yang menjadi pemicu anak menjadi people pleaser.

Salah satu tanda people pleaser pada anak usia dini, mereka susah atau tidak dapat membuat keputusan sendiri. Anak belum bisa menyadari apa saja kebutuhan untuk dirinya sendiri. Sehingga menyulitkan mereka untuk memilih apa keinginannya.

Alhasil, sejak kecil anak-anak akan terbiasa menuruti keinginan orang lain. Si Kecil pun akan terbiasa menyenangkan orang lain. Mereka akan mendahulukan menolong orang, bahkan cenderung mengorbankan dirinya sendiri, Bunda.

Mereka juga tidak terbiasa mengutarakan pendapatnya. Mengapa? Tentunya karena mereka merasa tidak dibiasakan dan dibiarkan memiliki pilihan di hidupnya. Padahal seharusnya dalam hal ini, orang tua bisa membantu anak untuk menyampaikan pendapat mereka.

Menurut Psikolog Desnita Zagoto, S.Psi., M.Psi., Psikolog, CBC., C.H., C.Ht, people pleaseradalah karakter seseorang yang tidak dapat membuat suatu keputusan. Biasanya, anak yang memiliki karakter people pleaser tidak mengetahui apa kebutuhannya. Maka dari itu, mereka cenderung akan menerima apapun yang diminta oleh orang lain.

“Untuk anak kecil tuh sebenarnya simpelnya adalah anak enggak bisa membuat suatu keputusan. Anak enggak bisa memilih dia maunya seperti apa, dia nggak tahu kebutuhannya apa. Sehingga, ketika ada orang lain yang mengintervensi dia, ketika orang lain ada yang meminta dia untuk melakukan a,b,c,d,e, ya dia ‘iya, iya’ saja karena dia enggak punya pilihan gitu,” ujar Psikolog Desnita saat diwawancarai oleh HaiBunda pada Selasa, (18/6/2024) lalu.

Bila ingin menolak suatu hal, anak dengan karakter people pleaser juga tidak mengetahui cara bagaimana seseorang dapat menolak permintaan tertentu. Karena, anak sebetulnya tidak paham apa yang juga mereka tidak sukai.

Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa anak berkarakter people pleaserumumnya merupakan anak-anak yang kurang banyak belajar mengidentifikasi emosi diri mereka. Sehingga, mereka tidak bisa mengidentifikasi perasaan tidak suka, kapan harus menolak, atau kapan harus merasa setuju dengan sesuatu yang mereka hadapi.

Apabila hal ini dibiarkan saja, maka anak bisa saja memiliki karakter people pleasertersebut hingga mereka tumbuh dewasa.

Pengaruh karakter orang tua terhadap pembentukan karakter anak

Perlu Bunda ketahui, karakter orang tua juga sangat berpengaruh pada pembentukan karakter anak. Pola ini disebut sebagai modeling, di mana anak akan meniru orang-orang di sekitarnya.

Tanpa disadari, anak akan meniru perilaku sehari-hari orang tuanya. Terlebih, apabila Si Kecil merupakan pengamat yang handal, mereka akan mudah mengikuti hal-hal yang dilihat di sekitarnya.

Pada fase ini, anak belum memiliki pemahaman apakah sesuatu yang dilakukan oleh orang tuanya itu termasuk baik atau buruk. Alam bawah sadar anak akan merekam apapun yang mereka lihat dari orang tuanya saat melakukan hal tertentu.

Kemudian, suatu saat akan ditiru juga oleh mereka ketika menghadapi situasi yang sama. “Jadi ketika orang tuanya melakukan suatu hal, mungkin anak masih kecil dia belum tahu, ‘oh aku akan meniru perilaku ini.’ Tapi itu terekam di kepalanya, terendap di alam bawah sadarnya. Sehingga, ketika ada situasi-situasi tertentu, itu keluar respon tersebut,” jelas Desnita.

Sebagai contoh, bila anak melihat sang Bunda menghadapi masalah dengan cara marah dan melempar barang, maka anak tersebut di kemudian hari akan meniru hal yang sama. Pasalnya, anak akan memiliki pemikiran bahwa cara tersebut adalah cara yang tepat untuk menyelesaikan masalah.

Oleh karena itu, penting bagi Bunda dan Ayah untuk selalu memberikan contoh karakter yang baik meskipun tengah berhadapan dengan masalah ya. Tujuannya agar anak meniru karakter positif tersebut ke depannya.

“Jadi kalau kamu mau jadi anaknya seperti apa, tunjukkanlah perilaku yang kita harapkan untuk anak lakukan,” tambahnya.

Orang tua temperamen cenderung buat anak miliki karakter people pleaser

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, karakter orang tua memiliki pengaruh yang besar terhadap karakter sang anak. Tak menutup kemungkinan, orang tua yang memiliki karakter temperamen juga dapat membuat anak cenderung memiliki karakter people pleaser.

Lebih lanjut, Desnita menerangkan bahwa orang tua yang berkarakter temperamen dapat memengaruh kepribadian anak. Hal ini juga akan membentuk karakternya hingga tumbuh dewasa.

Kendati demikian, kasus ini tidak dapat disamaratakan kepada setiap anak ya. Perlu dicatat bahwa hal ini bergantung kembali pada karakter yang telah dimiliki oleh anak itu sendiri.

Setiap anak mempunyai karakter yang berbeda-beda. Ada anak yang pada dasarnya memiliki karakter ekspresif dan ekstrovert. Namun, ada juga anak-anak yang memang berkarakter pemalu dan introvert sejak kecil.

Jika pada dasarnya anak memiliki tipe karakter agresif dari genetiknya, terdapat kemungkinan mereka akan memberontak dan juga memiliki karakter temperamen. Sehingga, mereka tidak akan tumbuh menjadi sosok yang berkarakter people pleaser.

Namun berbeda pada anak-anak yang memiliki karakter introvert, tidak percaya diri, ataupun rendah diri. Hal tersebut bisa memicu terbentuknya karakter people pleaser jika diasuh oleh orang tua berkarakter temperamen.Temperamen orang tuanya dapat merusak konsep diri seorang anak.

“Ada orang tuanya temperamental, dia ikut temperamental. Ada juga yang jadinya dia malah insecure, rendah diri. Biasanya kan people pleaserini tuh cukup erat kaitannya sama anak-anak yang dia insecure, rendah diri, takut enggak diterima di lingkungannya,” tutur Desnita.

“Jadi tergantung si anak tersebut bagaimana mempersepsikan apa yang dia terima dari lingkungannya,” sambungnya.

Cara memperbaiki mental anakpeople pleaseragar tak berlanjut saat dewasa

Bunda mungkin bertanya-tanya, lantas bagaimana cara memperbaiki mental anak people pleaser? Desnita menjelaskan terdapat beberapa hal yang dapat Bunda lakukan agar Si Kecil tidak membawa kebiasaan buruk ini hingga dewasa. Yuk, simak caranya!

1. Ajarkan kemandirian

Pertama, Bunda perlu mengajarkan Si Kecil tentang kemandirian. Dengan mandiri, Si Kecil akan belajar cara memilih atau memiliki pilihan. Hal ini akan mendorong Si Kecil bersikap tanggung jawab.

“Kemandirian tadi, di dalamnya diterapkan tanggung jawab. Jadi, kalau suatu saat ada orang yang tiba-tiba ingin menguasai dia, biar dia nggak iya iya aja, dia harus tau konsekuensi dari suatu hal itu apa,” kata Desnita.

Menurut Desnita, karakter mendasar dari Si Kecil yang memiliki sikap people pleaser adalah ia tidak dapat memilih dan membuat keputusan. Maka, Bunda perlu mengajarkannya sedini mungkin. Dengan memahami tanggung jawab, Si Kecil dapat memahami tentang apa yang ia mau dan tidak mau.

2. Beri anak ruang dan kesempatan

Kemudian, Bunda perlu memberikan ruang bagi Si Kecil menentukan pilihannya dan tidak selalu mengatur anak. Biarkan Si Kecil menjalankan pilihannya dan bertanggung jawab akan hal ini. Desnita percaya bahwa kepercayaan Bunda pada Si Kecil akan membentuk kepribadian positifnya dan membuat ia tidak menjadi people pleaser.

“Walau ada yang bilang, ‘Masih anak-anak, ngapain diajarin cara ambil keputusan?’ Nanti gedenya tuh lebih sulit, sudah nggak bisa. Jauh lebih sulit. Jadi, dari anak kecil, minimal jangan banyak diatur,” ungkap Desnita.

Cara Si Kecil untuk memilih dapat dimulai dari hal yang sederhana seperti pakaian apa yang ingin ia kenakan atau makanan apa yang ingin ia makan. Biarkan Si Kecil untuk memilih hal yang ia inginkan. Dan jika ternyata Si Kecil memilih hal yang salah, Bunda dapat memberinya perhatian alih-alih memarahi.

“Jadi, anak-anak coba diajak banyak berpikir. Sehingga kalau ada orang-orang yang mau mengatakan sesuatu, dia nggak langsung mengiyakan, tapi dia akan berpikir dulu karena dia terbiasa berpikir,” pesan Desnita.

Pola asuh anak usia 1-6 tahun yang tepat

Psikolog Anak Desnita Zagoto menjelaskan bahwa sejatinya tidak ada pola asuh yang paling tepat. Karena pola asuh anak itu disesuaikan oleh kebudayaan yang berlaku, karakter anak, dan juga kepribadian orang tua.

“Setiap budaya beda, setiap anak kepribadiannya pun beda, orang tuanya pun pasti berbeda. Jadi (bergantung pada) kepribadiannya mereka itu,” ungkap Desnita.

Namun, terdapat beberapa pola asuh yang dapat Bunda terapkan agar Si Kecil tumbuh menjadi pribadi berkarakter mulia. Simak penjelasan pola asuh anak usia 1-6 tahun yang tepat berikut ini, Bunda.

1. Mengajarkan anak cara mengontrol emosi

Hal paling mendasar yang dapat Bunda lakukan adalah mengajarkan Si Kecil cara mengontrol emosinya. Desnita menjelaskan bahwa anak perlu memahami dirinya sendiri agar tumbuh menjadi pribadi berkarakter baik. Dengan memahami emosinya, Si Kecil akan mampu berpikir dengan jernih.

“Mereka perlu mengenali emosi dirinya seperti apa, mereka perlu mengenali perasaan mereka seperti apa,” kata Desnita.

Kemampuan mengontrol emosi penting dikuasai Si Kecil karena hal ini akan mempengaruhi tata caranya dalam berpikir. Begitu juga sebaliknya, apa yang Si Kecil pikirkan akan mempengaruhi perasaannya.

“Feeling anak mempengaruhi tata cara anak berpikir, sebaliknya apa yang dipikirkan anak memengaruhi perasaannya, seperti gelisah dan cemas. Orang tua perlu bantu mengajarkan bagaimana anak mengidentifikasi emosi mereka,” jelas Desnita.

2. Melatih anak mengontrol apa yang ia pikirkan

Pola asuh selanjutnya adalah melatih Si Kecil untuk mengontrol apa yang ia pikirkan. Hal ini penting dilakukan Bunda agar Si Kecil terbiasa untuk berpikir dan tidak mudah dikuasai oleh orang lain.

“Jadi karakter mereka tumbuh menjadi anak-anak yang senantiasa berpikir dan tidak mudah ditarik oleh lingkungan. Agar anak memiliki banyak pandangan, hal ini harus dibangun sejak dini,” ungkap Desnita.

3. Tanamkan kemandirian pada anak

Tahukah Bunda bahwa kebanyakan permasalahan anak sekolah terjadi karena sikapnya yang tidak mandiri? Hal ini lah yang mendorong bahwa sedini mungkin kemandirian Si Kecil perlu diasah, Bunda. Jika Bunda tidak menanamkan sikap mandiri pada anak, ia akan tumbuh menjadi orang yang tidak memiliki keseimbangan, sulit fokus, dan susah belajar.

“Kemandirian yang tidak dilatih, motoriknya yang tidak dilatih dengan baik, sehingga keseimbangannya sulit dan fokusnya sulit. Jadi kalau dia mau mempelajari sesuatu yang baru sesuai keinginannya pun tidak maksimal,” jelas Desnita.

4. Asah kemampuan komunikasi, asertif, dan proaktif anak

Pola asuh selanjutnya yang harus Bunda lakukan adalah mengasah kemampuan komunikasi, asertif, dan proaktif Si Kecil. Anak yang memiliki kemampuan komunikasi yang baik akan lebih mudah menghadapi masalah dan terhindari dari korban kriminal. Desnita menyebutkan bahwa kebanyakan kasus korban kriminalitas pada anak dikarenakan kemampuan komunikasinya yang buruk.

“Kalau ada apa-apa anak harus bisa mengungkapkan dengan kemampuan komunikasi yang baik. Supaya kalau anak-anak menghadapi masalah, nggak dipendam sendiri,” kata Desnita.

5. Berikan pendampingan pada anak

Pola asuh terakhir dan paling penting adalah Bunda harus selalu memberikan pendampingan pada Si Kecil. Pendampingan ini bertujuan untuk mengawasi tumbuh kembang Si Kecil, sembari mengontrol bagaimana perkembangan karakternya. Bunda dapat memberikan pendampingan yang tidak terlalu keras, tetapi juga tidak terlalu lembek.

“Ajarkan sikap disiplin tapi tetap dengan kasih sayang. Dengan disiplin, anak belajar yang namanya konsekuensi. Tapi saat anak belajar konsekuensi, dia tau bahwa orang tuanya tidak sedang menghukumnya,” pesan Desnita.

Tips pengasuhan agar anak berkarakter positif hingga dewasa

Bunda tentunya berharap bahwa karakter positif pada anak melekat hingga dewasa. Untuk itu, Desnita Zagoto memberikan tips pengasuhan agar karakter ini bertahan lama, Bunda. Berikut tiga tips pengasuhan agar anak berkarakter positif hingga dewasa.

1. Senantiasa berikan anak afirmasi positif

Hal pertama dan paling utama dari melekatnya karakter baik pada Si Kecil adalah dengan diberikan afirmasi yang positif. Bunda harus sering memuji Si Kecil agar ia memahami bahwa perilaku baiknya dihargai dan ia memiliki ruang aman untuk mengekspresikan dirinya.

“Sehingga anak tahu bahwa ketika muncul sikap yang positif, anak bisa mengungkapkan apa yang dia pikirkan dan dia rasakan,” jelas Desnita.

Afirmasi positif ini dapat Bunda lakukan setiap harinya dengan memuji kebiasaan baik Si Kecil. Misalnya “Hari ini kamu sudah menjadi anak yang baik karena tidak rewel”. Apresiasi perilaku baik anak sekecil apapun itu ya, Bunda. Jangan sampai anak sudah melakukan sesuatu yang baik tapi diremehkan oleh orang tua.

“Jangan sampai hal-hal kecil itu diremehkan. Karena banyak orang tua yang meremehkan usaha anak, nanti anak enggak akan merasa dihargai,” pesan Desnita.

Supaya sikap positif pada Si Kecil konsisten hingga dewasa, berikan afirmasi yang positif untuk setiap perilaku anak yang Bunda inginkan, seperti bersikap baik, aktif, bertanggung jawab, dan bisa mengontrol emosinya.

2. Apresiasi anak dengan penghargaan

Selain memberikan afirmasi positif, Bunda juga dapat mengapresiasi usaha Si Kecil dalam berbuat baik dengan memberikan penghargaan. Hal ini membuat Si Kecil menyadari bahwa Bunda menginginkan ia berperilaku baik. “Berikan anak penghargaan supaya dia tahu bahwa itulah karakter yang diharapkan oleh orang tua,” ungkap Desnita.

3. Berikan pendampingan kepada anak

Langkah terakhir yang dapat Bunda terus lakukan adalah senantiasa memberikan pendampingan pada tumbuh kembang Si Kecil. Perjalanan Si Kecil masih panjang dan ia masih belajar untuk konsisten. Maka, penting untuk Bunda hadir di setiap perjalanannya dengan memberikan masukkan dan pemahaman membangun dengan bahasa yang mudah dimengerti anak.

Tips kelola emosi bagi orang tua saat mengasuh anak

Bunda dan ayah tentunya tidak ingin kan, buruknya mengelola emosi bisa merusak mental anak. Sebelum Si Kecil tumbuh menjadi anak dengan karakter people pleaser, ada baiknya Bunda dan Ayah ikut mengontrol emosi agar tak menjadi orang tua yang temperamental.

Berikut beberapa tips yang dapat dicoba oleh orang tua untuk mengelola emosi saat mengasuh anak agar mereka tidak memiliki karakter people pleaser, dilansir dari laman resmi Richmond Hill Psychology Center.

1. Kenali dan terima emosi tanpa rasa menghakimi

Agar tak melulu bersikap menghakimi Si Kecil, penting bagi orang tua untuk mengenal terlebih dahulu dan terima emosi yang dimiliki diri mereka sendiri tanpa rasa menghakimi.

Bila anak membuat suatu kesalahan, sebaiknya jangan langsung memiliki pikiran yang buruk terhadap anak ya. Cobalah untuk berbicara dulu dengan Si Kecil tanpa memberikan label negatif kepada mereka.

Dengan mencari tahu hal tersebut, Bunda dan Ayah dapat mengatasi rasa khawatir atas kesalahan anak. Jika mendengar penjelasan dari anak terlebih dahulu, orang tua pun tidak akan menyesal karena sempat marah atau memberikan hukuman yang terlalu berat. Sehingga, hubungan orang tua dan anak tetap dapat terjaga dengan baik.

2. Pelajari perkembangan anak

Perlu dicatat bahwa Si Kecil akan melalui berbagai tahap perkembangan. Setiap tahap perkembangan anak pun tergantung pada karakteristik emosional masing-masing anak.

Maka dari itu, Bunda dan Ayah perlu mempelajari tentang perkembangan anak secara umum. Dengan begitu, orang tua akan memperoleh wawasan mengenai inti emosi yang mendorong perilaku Si Kecil.

Terdapat banyak cara yang bisa orang tua lakukan untuk mempelajari tahap perkembangan anak. Hal ini misalnya seperti membaca buku atau mengikuti kelas parenting. Sehingga, Bunda dan Ayah dapat bersikap lebih empati pada perasaan anak dan mampu untuk menghindari salah paham dan rasa marah atas tindakan mereka.

Sebagai contoh, anak yang berusia sekitar dua tahun biasanya akan sulit diasuh oleh orang tua. Tak jarang, mereka mengekspresikan emosinya dengan bersikap tantrum. Namun, orang tua yang sudah mempelajari tahap perkembangan dapat menjadi lebih siap dan tahu cara yang tepat untuk menghadapinya.

3. Tetapkan ekspektasi yang realistis saat mengelola emosi

Selain itu, orang tua harus menetapkan ekspektasi yang realistis untuk diri mereka sendiri saat mengelola emosi. Tak dapat dipungkiri, mengasuh anak memang dapat menjadi hal yang menyenangkan. Akan tetapi, terkadang mengasuh anak juga bisa menimbulkan rasa frustrasi.

Dengan menyelaraskan ekspektasi dengan kenyataan dalam mengasuh anak, maka Bunda dan Ayah tidak akan terlalu mudah kecewa dan frustrasi. Perlu diingat kembali bahwa setiap manusia di dunia ini tidak ada yang sempurna.

Maka dari itu, orang tua juga harus menerima fakta bahwa mereka tidak akan bisa menangani setiap situasi dengan sempurna. Akan ada saatnya mereka dikuasai oleh emosi saat mengasuh sehingga anak terkena dampaknya.

Saat hal tersebut terjadi, cobalah untuk renungkan apa yang memicu hal tersebut dibandingkan dengan menghukum diri sendiri. Tak hanya itu, Bunda dan Ayah juga perlu mencari cara yang lebih baik untuk menangani situasi seperti itu bila terjadi lagi di masa depan ya.

4. Latih keseimbangan emosional

Ketika stres pengasuhan meningkat, mudah bagi Bunda untuk terjebak dalam reaksi emosional. Berlatih mengelola emosi dengan meditasi dapat membantu Bunda menumbuhkan keseimbangan emosional di tengah stress.

Dengan meditasi Bunda dapat menyadari pikiran dan perasaan tanpa terbawa olehnya. Bunda dapat berhenti sejenak dari aktivitas dan tarik napas sebelum merespons perilaku anak.

Meditasi juga memperkuat kemampuan Bunda untuk mengendalikan pikiran dan mengelola emosi tanpa reaksi negatif. Bahkan hanya 5-10 menit meditasi yang tenang dapat berpengaruh besar terhadap keseimbangan emosi yang Bunda miliki. Seiring berjalannya waktu, Bunda lebih tidak mudah terpengaruh oleh perasaan negatif.

5. Olahraga untuk meningkatkan suasana hati

Antara jadwal yang sibuk dan kelelahan, terkadang membuat Bunda sulit untuk memiliki kebiasaan olahraga. Namun, olahraga adalah salah satu cara efektif untuk meningkatkan suasana hati, Bunda.

Bunda dapat meluangkan waktu untuk berolahraga setidaknya 30 menit setiap harinya. Olahraga ini tak perlu berat. Bunda dapat melakukan jogging, bersepeda, berenang, pound fit, zumba, atau olahraga apapun yang Bunda sukai.

Selain menyehatkan, olahraga dapat membuat tubuh melepaskan hormon endorfin yang dapat meningkatkan suasana hati Bunda. Dengan suasana hati yang terjaga, Bunda dapat mewujudkan pengasuhan yang positif.

6. Berikan reaksi positif pada Si Kecil

Si Kecil biasanya tidak tahu bahwa mereka melakukan sesuatu yang salah. Misalnya saat menolak membuka mulut ketika makan, tidak ingin mandi sebelum berangkat ke sekolah, menolak menggunakan alas kaki, dan sebagainya. Alih-alih memarahi Si Kecil, Bunda dapat memberi reaksi yang positif.

Ajak Si Kecil mengomunikasikan keinginannya dan berikan pengertian dengan pendekatan lembut. Jika Si Kecil menunjukkan gejala tantrum, Bunda dapat menenangkan dengan memeluknya, mengalihkan perhatiannya, atau bernegosiasi terkait solusi untuk permasalahan yang sedang dialami.

Berikan pemahaman pada Si Kecil bahwa segala sesuatu dapat dikomunikasikan dan dicari jalan tengahnya. Dengan bersikap positif pada Si Kecil, tak hanya menjaga perasaannya, secara tidak langsung juga menjaga perasaan Bunda agar senantiasa bahagia dan tidak temperamen.

Bunda, itulah penjelasan Psikolog Anak mengenai dampak orang tua temperamen pada karakter anak. Selain itu, Bunda juga mendapat pemahaman terkait bagaimana menghadapi karakter anak people pleaserdan tips pengasuhan agar anak memilih karakter positif. Semoga bermanfaat ya, Bunda.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

  • https://www.msn.com/id-id/gayahidup/keluarga/orang-tua-temperamen-ciptakan-anak-people-pleaser-simak-kata-psikolog/ar-BB1oSGmg?ocid=00000000

Related

Aturan Baru Diuji Coba Mulai Hari Ini, Berikut Dokumen yang Harus Dibawa saat Membuat atau Memperpanjang SIM

Aturan Baru Diuji Coba Mulai Hari Ini, Berikut Dokumen yang Harus Dibawa saat Membuat atau Memperpanjang SIM

Gayahidup
Mengenal Duck Syndrome, Gangguan Psikologis saat Orang Terlihat Senang padahal Tertekan

Mengenal Duck Syndrome, Gangguan Psikologis saat Orang Terlihat Senang padahal Tertekan

Gayahidup
7 Keunggulan Mobil Pakai Fitur Tombol Start Stop, Hemat Bahan Bakar

7 Keunggulan Mobil Pakai Fitur Tombol Start Stop, Hemat Bahan Bakar

Gayahidup
Terpopuler: Potret Yayuk Suseno Bersama Sang Putra Ragahdo yang Jadi Jaksa dan Doktor

Terpopuler: Potret Yayuk Suseno Bersama Sang Putra Ragahdo yang Jadi Jaksa dan Doktor

Gayahidup
4 Drama Korea Terbaik yang Tayang di Cannes International Series Festival 2024-2025, Berkelas!

4 Drama Korea Terbaik yang Tayang di Cannes International Series Festival 2024-2025, Berkelas!

Gayahidup
Terpopuler: Potret Rumah Meisya Siregar & Bebi Romeo yang Baru Lunas KPR 13 Th

Terpopuler: Potret Rumah Meisya Siregar & Bebi Romeo yang Baru Lunas KPR 13 Th

Gayahidup
Tahan Seharian, Parfum Ini Cocok untuk Pencinta Wangi Floral!

Tahan Seharian, Parfum Ini Cocok untuk Pencinta Wangi Floral!

Gayahidup
Rahasia Diet Amora Lemos yang Sukses Turun 10 Kg Dalam 3 Bulan, Didampingi Dokter Bun

Rahasia Diet Amora Lemos yang Sukses Turun 10 Kg Dalam 3 Bulan, Didampingi Dokter Bun

Gayahidup